1. Identitas yang Jelas
Dengan dibaptis aku dijadikan satu dengan gereja, aku mempunyai identas yang jelas, seperti ditulis st. Paulus dalam awal suratnya kepada umat Korintus (1Kor 2)"Mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi orang-orang kudus."He he ini tidak sepele. Sejak awal aku ternyata sudah dikuduskan ditebus Kristus bebas dari tempelan dosa asal. Kalau dijual di toko, labelku tertera keterangan "purified by Jesus". Aku sudah disucikan dan dikhususkan untuk Allah. Indah, sungguh indah. Agung, sungguh agung, rahmat pembaptisan ini. Tidak sekedar menambahkan embel-embel nama keren "Thomas" di depan nama jawa kampungku "Subandriyo" tetapi mengubah seluruh format jiwa dan eksistensiku. Aku bangga. Aku bukan lagi manusia "entah siapa" yang "entah bagaimana". Tanda merek yang terpasang di dadaku sangat jelas:"Yang dikuduskan oleh Kristus" atau "Holy Man". Karenanya aku tidak mau mengkhianati Yesus penebus yang sudah menjadikan aku manusia mulia ini. Dia akan kuikuti dan kudengarkan.
Lagi pula benar yang dikatakan Paulus tentang aku yaitu, "...yang dipanggil menjadi orang-orang kudus". Sambungan kalimat ini memberi keterangan bahwa identitasku harus kujalani, aku laksanakan dalam hidup nyata. Khan lucu kalau aku mengaku kepada kalian, lihat penulis ini adalah orang kudus, tetapi kelakuanku di hidup nyata 99% dursila. Untuk itulah aku tetap mengikuti Yesus. Maaf ya Yesus. Aku masih butuh ajaran penuntunMu, teladan yang menguatkan, dan rahmat yang memberi semangat untuk hidupku. Sampai kapanpun, selama masih menjadi manusia, aku pasti memerlukanMu, Yesus.
2. Untuk kepentinganku saat ini.
Hidup bahagia di surga nanti, saya percayakan kepada Yesus dan Bapa sang pengasih. Tempatku pasti sudah diatur dan disediakan. Tetapi hidup di dunia ini adalah nyata. Aku bergaul dengan orang-orang yang tidak sepenuhnya mau taat kepada Allah. Mereka bisa menyakiti aku, membuat aku bersedih hati, memancing emosiku dan mengajakku berdosa. Karena gerak keinginanku sendiri (yang tetap manusiawi), karena terhimpit situasi nyata, setiap saat aku terancam masuk dalam hidup yang tidak sehat, pilihan yang sesat. Kalau aku turuti jalan itu hasilnya bisa ditebak. Kebahagiaan hidupku akan lenyap. Mengikuti Yesus adalah jalan tepat untuk menjaga hidupku di dunia ini tetap bahagia. Mungkin jalannya susah, ada korban dan derita tapi aku pasti bahagia. Bukankah dengan begitu aku sudah dapat menikmati surga pada sat ini juga? Bersama Yesus tentu.
3. Menghindari dosa maut.
Aku tidak ingin menjadi anak durhaka yang membenci orang tua sendiri dan akhirnya meninggalkan keluarga. Keluargaku dengan Allah sebagai kepalanya adalah keluarga bahagia. Aku tidak mau meninggalkannya. Bapaku tidak pernah bersalah kepadaku. Dia memberiku segala kasih agar aku kerasan tinggal di rumah. Dia juga tidak pernah terlambat memberikan nasehat dan rahmat setiap kali aku atau anaknya yang lain mau meninggalkannya. Celakalah anak yang tidak mau menerima uluran tangan itu dan tetap bersikeras pergi, menolak orang tuanya, meninggalkan kebahagiaan sejati. Itulah dosa maut. Dosa yang paling besar, yaitu menolak kasih Allah. Orang seperti ini sudah tidak terselamatkan lagi.
Di duniaku saat ini, godaan untuk meninggalkan Allah secara total, menolak surga sejati, sangatlah nyata. Aku melihat ada dua sebab yang sangat kelihatan.
- Kesombongan diri yang berlebih. Manusia menganggap bisa menyelesaikan segala persoalan hidup dengan otak dan teknologi yang diciptakannya. Sampai batas tertentu berani mengatakan, "di sini Allah tidak diperlukan lagi". Secara teoritis pandangan ini jarang disebut tetapi lebih terjadi dalam praktek hidup. Semacam ateisme praktis. Kehidupan modern banyak dirasuki semangat ini: Allah tidak diperlukan.
- Kesibukan melayani hasrat pribadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar