Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Kamis, 18 Agustus 2011

Kunci Kerajaan Sorga adalah Kasih yang mengampuni

Hari Minggu Biasa XXI/A
Bacaan inspirasi: Yes. 22: 19-23; Rm. 11:33-36; Mat. 16:13-20Oleh Pastor Sani Saliwardaya, MSC

Injil Mateus hari ini mengisahkan tentang pengakuan Petrus atas Yesus sebagai “Mesias, Anak Allah yang hidup” (ay.16). Dan karena pengakuannya ini, Yesus menyerahkan kepada Petrus “kunci Kerajaan Sorga” (ay.19). Saya terdorong untuk mengaitkan “pengakuan Petrus” dengan pemberian “kunci Kerajaan Sorga” tersebut. Saya akan mulai dengan “kunci Kerajaan Sorga”
Apa yang Yesus maksudkan dengan Kerajaan Sorga?
    Dalam Injil Mateus, banyak dikisahkan di mana Yesus -di satu pihak berseberangan pendapat dengan para ahli Taurat dan orang Farisi, - di pihak lain menjadi sahabat para pendosa, orang sakit, dan orang asing. Hal ini disebabkan karena penafsiran dan penghayatan atas Hukum Taurat yang agak berbeda antara Yesus dan para ahli Taurat dan orang Farisi.
Penafsiran dan penghayatan yang kaku serta pengawasan pelaksanaannya yang ketat oleh para ahli Taurat dan orang Farisi menyebabkan Hukum Taurat dipandang sebagai “beban yang berat” (bdk. Mat. 15: 1-20). Di pihak lain, sebagai orang Yahudi, Yesus sungguh-sungguh menghargai Hukum Taurat, “Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan Hukum Taurat atau kitab para nabi” (Mat. 5:17a). Yesus menafsirkan, menghayati, dan mengajarkan Hukum Taurat secara lain. Yesus tidak menekankan sisi yuridis-manusiawinya saja, yakni apa yang tersurat, yang tampak dan dapat dilihat mata, tetapi maksud dan tujuan Hukum Taurat diberikan kepada umat manusia, yakni agar manusia menghormati Allah dan dapat hidup saling mengasihi satu sama lain (Mat. 22:34-40). Karena itulah orang takjub mendengar perkataan-Nya “sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka” (Mat. 7:29).
Dengan penafsiran, penghayatan, serta ajaran-Nya tentang inti Hukum Taurat sebagai Hukum Kasih, Yesus menawarkan kepada semua orang, baik orang Yahudi maupun orang asing, orang yang menganggap dirinya benar maupun orang-orang yang dianggap berdosa agar mereka hidup sebagai anak-anak Bapa dengan semangat pengampunan. Ketika Petrus bertanya kepada Yesus sampai berapa kali harus mengampuni saudara yang berdosa, Yesus menjawab, “bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali” (Mat.18:22).
Kerajaan Sorga yang ditawarkan Yesus adalah Sabda Bahagia (Mat. 5:1-12). Dia mengajak para pengikutnya untuk mau saling mengampuni, karena sikap pengampunan itulah kunci untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga yang diserahkan Yesus kepada para pengikut-Nya (bdk. Mat. 18:35); sikap pengampunan itu adalah kunci untuk hidup bahagia.
Yesus memberikan “kunci Kerajaan Sorga”, inti dari sikap pengampunan kepada Petrus setelah ia mengakui Yesus sebagai, “Mesias, Anak Allah yang hidup” (ay.16). Setelah sekian lama hidup bersama para murid-Nya yang terdekat (kedua belas rasul), mengajar mereka baik secara langsung maupun tidak langsung, Yesus perlu menanyakan kepada mereka “siapakah Anak Manusia itu?”. Pertama-tama Yesus menanyakan kepada mereka pendangan orang lain tentang Anak Manusia, “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” (ay.13). Dengan cekatan mereka memberikan jawaban berdasarkan apa yang dikatakan orang lain tentang Anak Manusia (ay.14), Kemudian, Yesus bertanya secara langsung kepada mereka, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” (ay.15). Simon Petrus memberikan jawaban dan serentak pengakuannya akan Yesus, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!”.
Pengakuan Petrus ini, meskipun tampaknya bercorak pribadi, rupanya bukan sekedar berasal dari dia sendiri melainkan dari “Bapa yang di Sorga” (ay.17). Pengakuan Petrus akan ke-Mesias-an Yesus bercorak pribadi dan serentak Ilahi. Inilah iman Petrus.
Dengan demikian, penghayatan iman Petrus akan Yesus sebagai “ Mesias, Anak Allah yang hidup”, merupakan suatu proses yang berkembang dari “penjajagan (masa pencobaan)” mengikuti Yesus, kemudian “mendengarkan” apa yang dikatakan orang tentang Yesus, dan memuncak pada “pengakuan pribadi” tentang Yesus. Dan di dalam keseluruhan proses itu, Allah Bapa sendiri yang bekerja.
Kaitan atau hubungan antara “kunci Kerajaan Sorga” dan “pengakuan Petrus”
Seperti dikatakan sebelumnya bahwa “kunci Kerajaan Sorga” adalah inti dari sikap pengampunan. Sikap pengampunan ini dianugerahkan Yesus kepada Petrus setelah pengakuan imannya terhadap Yesus sebagai Mesias.
Hal ini mau mengatakan bahwa sikap pengampunan, sikap mau memaafkan kesalahan orang lain, bukanlah semata-mata bercorak pribadi belaka, melainkan suatu “anugerah Allah” karena dan dalam iman. Dengan kata lain, orang bisa mengampuni sesamanya karena dia memiliki iman. Pengampunan adalah salah satu inti dari sikap dan hidup beriman. Karena itulah Yesus mengajak para pengikut-Nya untuk mengampuni sesamanya secara sempurna, “tujuh puluh kali tujuh kali”. Manusia tidak akan bisa melakukan ajakan tersebut, bila dia hanya berpikir secara rasional, akal budi, secara manusiawi saja.
Ada suatu kisah menarik yang bisa membantu kita menghayati makna iman, pengampunan, dan kebahagiaan.
“ Ada dua orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar. Salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar merasa sakit hati. Tanpa berkata-kata dia menulis di atas pasir, ‘HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU’.
Mereka terus berjalan sampai menemukan sebuah oasis. Mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya mencoba berenang dan nyaris tenggelam. Namun, dia berhasil diselamatkan oleh sehabatnya. Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu, ‘HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU’.
Orang yang menampar dan menolong sahabatnya bertanya, ‘Mengapa setelah aku melukai hatimu, kau menulis di atas pasir; dan setelah aku menolongmu, kamu menulis di batu?’. Sambil tersenyum sahabatnya menjawab, ‘Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita agar tidak bisa hilang tertiup angin”.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar