Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam
Minggu, 20 November 2011
Bacaan:Yeh. 34:11-12,15-17; Mzm. 23:1-2a,2b-3,5-6; 1 Kor. 15:20-26a,28; Mat. 25:31-46
Oleh: Pastor Paulus Tongli, Pr
Kelompok suster-suster cinta kasih pengikut Mother Theresa dari Kalkutta
hampir tidak pernah berkotbah atau berbicara tentang Kristus. Bahkan mereka
tidak pernah mengajak orang untuk menjadi Katolik atau untuk menerima
pembaptisan. Namun demikian mereka sangat disegani dan sangat dihormati sebagai
orang-orang yang sangat beriman dan tulus. Dan mereka dapat bekerja sama dengan
setiap orang tanpa memandang latar belakang agama.Mengapa? Karena apa yang
mereka lakukan memberikan kesaksian. Mereka menyediakan makanan bagi yang lapar
dan memberikan pakaian kepada orang-orang yang tidak memiliki pakaian di
jalan-jalan. Secara khusus mereka mengumpulkan dan merawat orang-orang sakit
dan di ambang maut yang ada di jalan-jalan untuk menunjukkan kepedulian dan
menyatakan bahwa masih ada yang memperhatikan dan menghargai mereka. Mereka
hadir di sana ketika terjadi bencana. Sejauh orang ‘concern’ terhadap hal-hal
ini, hal-hal atau tindakan itulah yang akan berbicara. Perumpamaan tentang
pengadilan terakhir di dalam kutipan injil hari ini pun menunjukkan bahwa
hal-hal seperti itulah yang diperhitungkan di hadapan Allah. Karena di dalam
pengadilan terakhir, tidak ada lagi pertanyaan tentang apa yang dipercayai,
tetapi hanyalah bantuan-bantuan praktis yang telah diberikan atau tidak
diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan atau orang yang berada di dalam
ketidakberuntungan di dalam dunia ini.
Hari ini, hari minggu terakhir di dalam tahun liturgi gereja, kita merayakan
dan mengakui Kristus sebagai raja kita. Bacaan-bacaan mengundang kita untuk
merefleksikan pemahaman kita akan kerajaan Kristus dan apa maknanya bagi kita
untuk mengatakan bahwa kita adalah bagian dari kerajaan Kristus. Bacaan pertama
dari nubuat nabi Yeheskiel berbicara tentang Allah sebagai gembala Israel. Para
raja Israel dipandang sebagai representasi kelihatan dari Yahwe dan karena
itu mendapatkan gelar ilahi sebagai
gembala, sebagaimana gambaran tentang Allah dalam Mazmur 23. Tetapi banyak dari
antara mereka tidak hidup sepadan dengan tanggung jawab ini. Kepemimpinan
mereka sangat berbeda dari kepemimpinan yang dipahami dimiliki oleh Yahwe.
Corak kepemimpinan Yahwe adalah memberikan prioritas perhatian kepada rakyat-Nya
yang membutuhkan dan sedang berada di dalam situasi tidak beruntung, khususnya
kebutuhan rakyat-Nya akan keadilan dan pemberdayaan. Inilah gambaran sikap yang
diharapkan: “Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akah Kubawa pulang, yang
luka akan Kubaluit, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat
akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya”
Pertama-tama Allah mengutus para nabi, seperti Yeheskiel, untuk
memperingatkan para raja. Bila mereka tidak mau mendengar, Allah akan
menyingkirkan raja yang dianggap tidak becus itu bersama dengan para
pengikutnya dan berjanji bahwa Ia sendirilah yang akan menggembalakan
kawananNya. Inilah yang dialami oleh orang-orang Israel, ketika mereka
mengalami pembuangan. Lapisan atas yang terdiri dari raja dan kaum keluarganya
serta orang-orang yang pandai, digiring ke pengasingan. Pembuangan itu
dipandang sebagai hukuman dari Allah dan tindakan Allah untuk menyingkirkan
para pemimpin yang buruk.
Bagaimana dengan janji Allah bahwa Ia sendiri akan menuntun umat-Nya?
Sebagai orang-orang kristiani, kita melihat pemenuhan janji ini di dalam
pribadi Tuhan kita Yesus Kristus, yang hari ini kita rayakan sebagai raja
semesta alam. Yesus telah mengawali pemerintahanNya sebagai raja, tetapi Ia
akan datang untuk menyempurnakannya pada hari penghakiman. Pada hari itu Ia
akan duduk di tahta kemuliaan-Nya dan akan memilih dari semua laki-laki dan
perempuan dari segala bangsa orang-orang yang sungguh layak menjadi anggota
kerajaan-Nya. Perhatikanlah bahwa semua orang, baik orang benar maupun yang
tidak benar, memanggil Yesus sebagai “Tuhan”. Jadi yang paling penting bukanlah
bagaimana kita memanggil atau menyapa Dia, tetapi apakah kita telah atau tidak
mendatangi dan membantu mereka yang membutuhkan dan tidak beruntung, yang ada
ditengah-tengah kita.
Tindakan-tindakan yang secara khusus disebutkan adalah (i) memberi makan
orang-orang yang lapar, (ii) memberi minum mereka yang haus, (iii) memberi
pakaian orang-orang yang telanjang, (iv) memberikan tumpangan kepada orang yang
gelandangan, (v) mengunjungi orang-orang yang berada di penjara dan (vi) merawat
orang-orang sakit. Dengan menambahkan (vii) menguburkan orang mati, kita
temukan tujuh tindakan yang secara tradisional dipandang sebagai tindakan cinta
kasih. Pengadilan terakhir untuk menentukan apakah kita sungguh orang kristiani
sejati atau tidak, apakah kita termasuk warga kerajaan Kristus atau bukan, akan
didasarkan pada pelaksanaan 7 tindakan cinta kasih ini. Inilah kewajiban
kristiani kita yang pertama baik kepada kita orang-orang percaya secara pribadi maupun sebagai keluarga atau
kelompok.
Kabar gembira yang kita rayakan hari ini adalah bahwa kita memiliki seorang
raja, yang tidak seperti raja-raja dunia ini, yang peduli kepada kita dan membantu
kita bukan hanya ketika kita sedang membutuhkan dan tidak beruntung, tetapi
terutama ketika kita sedang membutuhkan dan berada dalam situasi tidak
beruntung. Tantangan kita saat ini adalah untuk melupakan kebutuhan kita
sendiri akan cinta dan kebahagiaan dan untuk meraih cinta yang membahagiakan
orang lain yang mungkin sedang berada di dalam kebutuhan yang lebih besar
daripada kita. Karena apa pun yang kita lakukan untuk salah seorang yang
terkecil dari antara anak-anak Allah yang sedang membutuhkan ini, kepada salah
seorang dari antara saudara-saudari Yesus ini, kita melakukannya untuk Yesus
sendiri. Marilah kita merenungkan hal ini selama masa Adven yang segera akan
kita masuki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar