Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Rabu, 16 November 2011

Warga Kerajaan Allah yang sejati

Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam 
Minggu, 20 November 2011
Bacaan:Yeh. 34:11-12,15-17;  Mzm. 23:1-2a,2b-3,5-6;  1 Kor. 15:20-26a,28; Mat. 25:31-46
Oleh: Pastor Paulus Tongli, Pr
 



Kelompok suster-suster cinta kasih pengikut Mother Theresa dari Kalkutta hampir tidak pernah berkotbah atau berbicara tentang Kristus. Bahkan mereka tidak pernah mengajak orang untuk menjadi Katolik atau untuk menerima pembaptisan. Namun demikian mereka sangat disegani dan sangat dihormati sebagai orang-orang yang sangat beriman dan tulus. Dan mereka dapat bekerja sama dengan setiap orang tanpa memandang latar belakang agama.Mengapa? Karena apa yang mereka lakukan memberikan kesaksian. Mereka menyediakan makanan bagi yang lapar dan memberikan pakaian kepada orang-orang yang tidak memiliki pakaian di jalan-jalan. Secara khusus mereka mengumpulkan dan merawat orang-orang sakit dan di ambang maut yang ada di jalan-jalan untuk menunjukkan kepedulian dan menyatakan bahwa masih ada yang memperhatikan dan menghargai mereka. Mereka hadir di sana ketika terjadi bencana. Sejauh orang ‘concern’ terhadap hal-hal ini, hal-hal atau tindakan itulah yang akan berbicara. Perumpamaan tentang pengadilan terakhir di dalam kutipan injil hari ini pun menunjukkan bahwa hal-hal seperti itulah yang diperhitungkan di hadapan Allah. Karena di dalam pengadilan terakhir, tidak ada lagi pertanyaan tentang apa yang dipercayai, tetapi hanyalah bantuan-bantuan praktis yang telah diberikan atau tidak diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan atau orang yang berada di dalam ketidakberuntungan di dalam dunia ini.

Hari ini, hari minggu terakhir di dalam tahun liturgi gereja, kita merayakan dan mengakui Kristus sebagai raja kita. Bacaan-bacaan mengundang kita untuk merefleksikan pemahaman kita akan kerajaan Kristus dan apa maknanya bagi kita untuk mengatakan bahwa kita adalah bagian dari kerajaan Kristus. Bacaan pertama dari nubuat nabi Yeheskiel berbicara tentang Allah sebagai gembala Israel. Para raja Israel dipandang sebagai representasi kelihatan dari Yahwe dan karena itu  mendapatkan gelar ilahi sebagai gembala, sebagaimana gambaran tentang Allah dalam Mazmur 23. Tetapi banyak dari antara mereka tidak hidup sepadan dengan tanggung jawab ini. Kepemimpinan mereka sangat berbeda dari kepemimpinan yang dipahami dimiliki oleh Yahwe. Corak kepemimpinan Yahwe adalah memberikan prioritas perhatian kepada rakyat-Nya yang membutuhkan dan sedang berada di dalam situasi tidak beruntung, khususnya kebutuhan rakyat-Nya akan keadilan dan pemberdayaan. Inilah gambaran sikap yang diharapkan: “Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akah Kubawa pulang, yang luka akan Kubaluit, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya”

Pertama-tama Allah mengutus para nabi, seperti Yeheskiel, untuk memperingatkan para raja. Bila mereka tidak mau mendengar, Allah akan menyingkirkan raja yang dianggap tidak becus itu bersama dengan para pengikutnya dan berjanji bahwa Ia sendirilah yang akan menggembalakan kawananNya. Inilah yang dialami oleh orang-orang Israel, ketika mereka mengalami pembuangan. Lapisan atas yang terdiri dari raja dan kaum keluarganya serta orang-orang yang pandai, digiring ke pengasingan. Pembuangan itu dipandang sebagai hukuman dari Allah dan tindakan Allah untuk menyingkirkan para pemimpin yang buruk.

Bagaimana dengan janji Allah bahwa Ia sendiri akan menuntun umat-Nya? Sebagai orang-orang kristiani, kita melihat pemenuhan janji ini di dalam pribadi Tuhan kita Yesus Kristus, yang hari ini kita rayakan sebagai raja semesta alam. Yesus telah mengawali pemerintahanNya sebagai raja, tetapi Ia akan datang untuk menyempurnakannya pada hari penghakiman. Pada hari itu Ia akan duduk di tahta kemuliaan-Nya dan akan memilih dari semua laki-laki dan perempuan dari segala bangsa orang-orang yang sungguh layak menjadi anggota kerajaan-Nya. Perhatikanlah bahwa semua orang, baik orang benar maupun yang tidak benar, memanggil Yesus sebagai “Tuhan”. Jadi yang paling penting bukanlah bagaimana kita memanggil atau menyapa Dia, tetapi apakah kita telah atau tidak mendatangi dan membantu mereka yang membutuhkan dan tidak beruntung, yang ada ditengah-tengah kita.

Tindakan-tindakan yang secara khusus disebutkan adalah (i) memberi makan orang-orang yang lapar, (ii) memberi minum mereka yang haus, (iii) memberi pakaian orang-orang yang telanjang, (iv) memberikan tumpangan kepada orang yang gelandangan, (v) mengunjungi orang-orang yang berada di penjara dan (vi) merawat orang-orang sakit. Dengan menambahkan (vii) menguburkan orang mati, kita temukan tujuh tindakan yang secara tradisional dipandang sebagai tindakan cinta kasih. Pengadilan terakhir untuk menentukan apakah kita sungguh orang kristiani sejati atau tidak, apakah kita termasuk warga kerajaan Kristus atau bukan, akan didasarkan pada pelaksanaan 7 tindakan cinta kasih ini. Inilah kewajiban kristiani kita yang pertama baik kepada kita orang-orang percaya secara  pribadi maupun sebagai keluarga atau kelompok.

Kabar gembira yang kita rayakan hari ini adalah bahwa kita memiliki seorang raja, yang tidak seperti raja-raja dunia ini, yang peduli kepada kita dan membantu kita bukan hanya ketika kita sedang membutuhkan dan tidak beruntung, tetapi terutama ketika kita sedang membutuhkan dan berada dalam situasi tidak beruntung. Tantangan kita saat ini adalah untuk melupakan kebutuhan kita sendiri akan cinta dan kebahagiaan dan untuk meraih cinta yang membahagiakan orang lain yang mungkin sedang berada di dalam kebutuhan yang lebih besar daripada kita. Karena apa pun yang kita lakukan untuk salah seorang yang terkecil dari antara anak-anak Allah yang sedang membutuhkan ini, kepada salah seorang dari antara saudara-saudari Yesus ini, kita melakukannya untuk Yesus sendiri. Marilah kita merenungkan hal ini selama masa Adven yang segera akan kita masuki.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar