Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Selasa, 26 Juli 2011

SUMMUM BONUM

Hari Minggu Biasa XVII
P. Paulus Tongli, Pr
Inspirasi Bacaan : 1 Raj. 3: 5.7-12; Rom. 8:28-30; Mat. 13:44-52

  
Summum bonum” adalah sebuah kata kunci yang cukup dikenal orang di dalam filsafat St. Thomas Aquinas. Istilah ini memuat pengertian “kebaikan tertinggi”, yang tidak hanya berarti hal yang paling baik yang mungkin ada, tetapi juga menunjuk kepada “BAIK”, yang mengandung dan melahirkan semua hal yang baik, yang diinginkan, yang sungguh memuaskan semua hasrat atau keinginan hati manusia. Memang pengertian “summum bonum” merupakan ide “baik” menurut pengertian filsafat Plato, dan kedengarannya seperti suatu ide yang abstrak. Namun untuk memahami lebih jauh, perhatikanlah ilustrasi berikut yang merupakan refleksi dari pengalaman pribadi di masa kecil.
    Pada masa kecil, kami memiliki beberapa ekor ayam piaraan. Setiap sore saya ditugasi untuk menangkap ayam-ayam yang ada dan memasukkannya ke dalam kandang. Mengenai hal ini saya memiliki suatu pengalaman yang tak terlupakan. Saya selalu mulai mengumpulkan anak-anak ayam, karena pikirku, induknya jinak, jadi gampang ditangkap. Anak-anak ayam itu saya tangkap satu per satu, tetapi selalu ada beberapa ekor yang liar, yang tidak mau ditangkap. Setiap kali mau ditangkap anak-anak ayam itu berlari dan menghindar. Beberapa kali saya terjatuh namun tidak selalu berhasil menangkap mereka. Lebih buruk lagi bila induk ayam berusaha membela anaknya dan mulai melawan saya dengan kuku dan paruhnya. Kadang kala muncul keputusasaan bila sudah berkali-kali jatuh, dan hari semakin gelap. Suatu kali ibu saya datang menolong. Pertama ia akan mengambil keranjang yang besar dan memancing induk ayam ke dalam keranjang itu dan menutupnya dengan keranjang itu. Induk ayam yang terkurung di dalam keranjang itu kemudian memanggil anak-anaknya berkeliling di sekitar keranjang itu. Ibu mengangkat keranjang ayam itu sedikit dan anak-anak ayam itu berlari masuk keranjang bersama dengan induknya. Dalam waktu yang singkat induk ayam itu bersama dengan anak-anaknya berhasil ditangkap. Dari pengalaman itu saya belajar banyak hal.
    Dalam contoh ini anak-anak ayam itu dapat dibandingkan dengan banyak hal yang baik, sedangkan induk ayam itu dapat dibandingkan dengan summum bonum, kebaikan tertinggi yang membawa di dalam dirinya semua hal lain yang baik.
    Bacaan-bacaan hari ini mengajak kita untuk bertanya kepada diri sendiri akan hal ini: di antara semua hal yang saya hasratkan di dalam hidup ini, yang mana yang adalah anak ayam, dan yang mana adalah induk ayam? Manakah kerinduanku di dalam hidupku yang membawa serta semua kerinduan lain di dalam dirinya? Injil menyebut kerinduan puncak setiap manusia sebagai “kerajaan Allah”. “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat 6:33).  Kerajaan Allah adalah pemerintahan Allah di dalam hati kita, di dalam hidup kita, di dalam rumah kita, di dalam masyarakat kita, dan di dalam dunia kita. Seseorang yang menemukan kerajaan Allah menemukan semua hal-hal lain yang dihasratkan. Itulah sebabnya hal ini dibandingkan dengan harta yang terpendam di dalam sebuah kebun yang ditemukan seseorang. Lalu ia pergi dan menjual semua miliknya dan membeli kebun itu. Atau sebuah mutiara yang sangat berharga yang ditemukan oleh seorang pedagang, lalu ia pergi dan menjual semua miliknya dan membeli mutiara ini. Perumpamaan ini mengundang kita untuk tidak hanya mencari hal-hal yang baik dan berharga di dalam hidup kita, tetapi untuk mencari kerajaan Allah, karena bersama kerajaan Allah datanglah semua hal-hal yang baik dan bernilai yang kita hasratkan.
Salomo dalam bacaan pertama adalah ilustrasi yang baik akan orang yang mengejar induk ayam dan bukan anak-anak ayam. Sebagai seorang raja muda, Salomo membutuhkan banyak hal. Ia butuh kesehatan, keamanan dan kekuatan militer, popularitas,  kemakmuran, umur yang panjang dan kebahagiaan. Tetapi ketika Allah meminta dia untuk mengajukan permintaan-permintaannya, ia meminta summum bonum, yakni kebijaksanaan di atas segalanya. Ia tahu bahwa dengan kebijaksanaan, akan datanglah semua hal yang baik yang ia inginkan. Dan Allah membenarkan pilihannya dengan kata-kata ini: “Oleh karena engkau telah meminta hal yang demikian dan tidak meminta umur panjang atau kekayaan atau nyawa musuhmu, melainkan pengertian untuk memutuskan hukum, maka sesungguhnya Aku melakukan sesuai dengan permintaanmu itu, sesungguhnya Aku memberikan kepadamu hati yang penuh hikmat dan pengertian, sehingga sebelum engkau tidak ada seorang pun seperti engkau, dan sesudah engkau takkan bangkit seorang pun seperti engkau” (1 Raj 3:11-12). Bahkan dalam ayat selanjutnya Allah melanjutkan: “Dan juga apa yang tidak kauminta Aku berikan kepadamu, baik kekayaan maupun kemuliaan, sehingga sepanjang umurmu takkan ada seorang pun seperti engkau di antara raja-raja” (1 Raj 3:13).
Pertimbangkanlah hal ini: jika Allah datang ke dalam mimpimu malam ini dan memintamu untuk memohon hanya satu hal, apa yang akan engkau minta? Akankah engkau juga akan dituntun oleh kebijaksanaan seperti Salomo untuk memohon Kerajaan Allah di dalam hidupmu baik secara pribadi maupun dalam lingkungan pekerjaanmu? Apakah Kerajaan Allah bagimu penting, sehingga engkau pun merelakan semua milikmu untuk mendapatkannya? Ingatlah, Kerajaan Allah itu bukanlah merupakan satu hal baik di antara banyak hal baik lainnya, yang mungkin diinginkan atau dihasratkan orang. Kerajaan Allah itulah summum bonum, kebaikan tertinggi, satu-satunya hal baik yang kita butuhkan untuk meraih kepuasan sempurna dan pemenuhan seluruh hasrat di dalam hidup. Jika engkau memiliki Kerajaan Allah, engkau memiliki segalanya dan jika engkau tidak memiliki Kerajaan Allah, engkah tidak memiliki apa-apa.

2 komentar: