Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Selasa, 26 Juli 2011

DATANGLAH PADAKU

“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang kupasang itu enak dan bebaKu pun ringan.” (Mat 11:28-30).

Selain kematian, salah satu realitas hidip yang tak dapat kita hindari adalah penderitaan. Bagi kita, hidup yang sekarang ini kita jalani bisa jadi merupakan realitas yang membuat kita menderita. Tetapi bagi orang lain, hidup seperti yang kita jalani sekarang ini bukan realitas hidup yang membuat dia menderita. Hal ini tergantung pada kacamata pandang yang kita pakai untuk melihat hidup dan penderitaan.

“Kuk yang Kupasang itu enak dan bebanKupun rungan”, kata Yesus kepada para murid-Nya. Kata-kata bijak yang diucapkan Yesus ini mengajak kita untuk dpat memahami bahwa iman kita yang harus kita pegang teguh ini semestinya tidak pernah berubah menjadi beban berat bagi kita. Iman tidak pernah berubah menjadi beban yang meluakai atau menyakiti hati kita. Jika iman itu menjadi beban, maka kita yakin bahwa iman itu bukanlah iman yang sejati.

Yang dimaksud dengan kuk atau gandar yang dipasang oleh Kristus adalah tuntutan iman, atau tuntutan kewajiban orang kristiani. Tuntutan iman itu adalah: memegang teguh perintah Tuhan, berjuang melawan cacat dan kelemaha, mempraktekkan etika Injili seperti dinyatkan dalam kothbah di Bukit, setia dan taat pada keputusan-keputusan Gereja, menerima sakit, umur tua, dan kematian. Beban tuntutan iman seperti ini justru memberikan kepada kita makna kehidupan yang sejati.

Dalam situasi penderitaan, kita diundanmg untuk belajar dari dan berguru kepada Yesusu. Kerendahan hati Yesus tidak memiliki cacat dan kelemahan. Kerendahan hati-Nya merupakan daya kekuatan atau enerji yang membuat Dia mampu berhadapan dengan kematian. Inilah juga yang membuat beban kita bisa menjadi ringan, yakni: apa yang berkait dengan pribadi Kristus. Dialah yang memberikan jaminan keselamatman kepada kita. Yang membuat ringan dan enak beban kita itu bukanlah salib yang kita panggul. Yang membuat beban kita menjadi ringan adalah fakta bahwa salib yang dipikul oleh Yesus itu memiliki aspek keselamatan. Fakta itulah yang membuat beban kita menjadi enak dan ringan. Beban tuntutan iman yang harus kita pikul adalah beban cinta; dan cinta itulah yang akan memudahkan segala sesuatu. Dalam hal ini kita mengimani apa yang dikatakan St. Agustinus: “Ubi amatur, non laboratus; aut si laboratur, labor amatur”. St. Agustinus menegaskan, “Di mana ada cinta, jerih lelah itu tidak ada; tetapi jika jerih leleh itu ada, maka jerih lelah itu dicintai adanya”.

Ketika kita kita stres, apa pun persoalannya, apa pun tantangannya, hendaknya kita menghadapi stres itu tidak secara sendirian. Kita berusaha untuk meminta bantuan dari orang lain di sekitar kita, supaya mereka ikut meringankan beban kita. Memohon dukungan kepada orang-orang di sekitar supaya kita mampu untuk bersemangat lagi dalam menanggung hidup kita. Memohon dukungan kepada orang-orang di sekitar supaya kita kita mampu untuk bersemangat lagi dalam menanggung hidup kita. Inilah bentuk kerendahan hati kita. Kita harus menempatkan diri sebagai anak kecil yang mau belajar dari Yesus dan belajar daripada-Nya karena Dia mengajak kita: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu”.

Dalam keadaan sulit, dan penderitaan, kita tidak boleh merasa sendirian. Kita diajak untuk selalu ingat bahwa Yesus berdiri di samping kita, siap meringankan beban kita, dmembisikkan kata-kata lembut di telinga kita: “Tetaplah bersemangat!” Kalau kita tetap bersemangat dalam berhadapan dengan penderitasan, maka apa yang dukatakan oleh Kardinal John Henri Newman sungguh mejadi kenyataan: It’is almost a defenition of a gentlemen to say that he is one who never inflicts pain”. Orang yang lembut dan rendah hati adalah orang yang tidak pernah memandang penderitaan itu sebagai beban kata Kardinal John Hendri Newman.


T. Adi Susila

Tidak ada komentar:

Posting Komentar