Kata adorasi berasal dari kata Latin “adoratio” yang berarti: penyembahan. Kata benda adoratio berasal dari kata kerja Latin “adorate” yang artinya: menyembah bersembah sujud. Adorasi Ekaristi adalah ibadat atau doa yang dilaksanakan umat beriman di hadapan Ekaristi Mahakudus atau Sakramen Mahakudus yang ditahtahkan. Dalam ibadat itu umat bersujud menyembah Tuhan yang hadir dalam Ekaristi. Adorasi Ekaristi juga disebut dengan istilah-istilah lain, seperti: Pujian, Salve, atau Astuti, yang pada hakekatnya adalah pujian kepada Sakramen Mahakudus. Adorasi Ekaristi sebagai salah satu bentuk devosi Ekaristi mau mengungkapkan iman Gereja kepada Tuhan Yesus Kristus yang hadir dalam Ekaristi Kudus, dalam rupa roti dan anggur.

Sejak abad ke-21, praktek devosi Ekaristi di luar Misa Kudus semakin tumbuh subur di kalangan umat beriman. Pada tahun 1264, Paus Urbanus IV menetapkan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus untuk seluruh Gereja. Pada abad ke-16 devosi Ekaristi mendapat perlawanan dari para penggerak reformasi dalam Gereja, seperti: Luther, Calvin dan Zwingli, tetapi keyakinan Gereja Katolik justru makin mantap, dan devosi Ekaristi justru semakin marak pada abad pertengahan. Pada Tahun 1592, Paus Clement VIII menetapkan devosi 40 jam kepada Sakramen Mahakudus. Pada abad ke-19 muncul berbagai Kongregasi religius di Eropa yang menempatkan devosi kepada Sakramen Mahakudus sebagai spiritualitasnya. Bahkan, devosi kepada Sakramen Mahakudus dihubungkan dengan devosi kepada Hati Kudus Yesus.
Pada tahun 1965, Paus Paulus VI mengeluarkan ensiklik Mysterium Fidei (Misteri Iman) yang menyampaikan ajaran tentang Ekaristi. Pada abad ke-20 terjadilah gerakan pembaruan liturgi dan teologi. Dalam bidang teologi Ekaristi, khusunya pada devosi Ekaristi, khusunya pada devosi ekaristi, terjadi pembaruan yang menekankan hunbungan tak terpisahkan antara devosi Ekaristi dan Perayaan Ekaristi itu sendiri. Devivosi Ekaristi tetap dianjurkan tetapi Gereja mengingatkan kesatuan yang tak terpisahkan devosi Ekaristi dan seluruh Perayaan Ekaristi.
Paus Yohanes Paulus II pada Kongres Internasional Ekaristi ke-45 di Sevilla Spanyol, tahun 1993 pernah menyatakan harapannya demikian: “Saya berharap bahwa bentuk adorasi abadi dengan pentahtaan tetap Sakramen Mahakudus dapat berlanjut di kemudian hari. Saya berharap bahwa buah dari Kongres ini menghasilkan pengadaan Adorasi Ekaristi Abadi di semua paroki dan komunitas kristiani sampai seluruh dunia”. Dan pada tahun 2003, Paus Yohanes Paulus II menyebarluaskan ajarannya tentang Ekaristi sebagai pusat hidup Gereja, dalam ensiklik Eccelesia de Eucharistia (Gereja dari ekaristi) yang selanjutnya dijadikan bahan diskusi dalam Sinode para Uskup di Roma. Pada tanggal 2-23 Okt 2005.
Mengenai adorasi Ekaristi, Paus Yohanes Paulus II menyatakan: “Penghormatan terhadap Ekaristi di luar Misa adalah harta tak ternilai untuk hidup Gereja. Menjadi tanggungjawab para gembala, juga lewat kesaksian pribadi, mendorong adorasi Ekaristi dan khususnya eksploitasi Sakramen Mahakudus ini, di samping dia adorasi di depan Kristus yang hadir dalam rupa Ekaristi”. St. Alfonsus Ligouri (1696-1787) pernah menulis: “Dari semua devosi, sembah sujud terhadap Yesus dalam Sakramen Mahakudus adala paling berkenan kepada Allah dan paling bermanfaat bagi kita”.
Paus Yohanes Paulus II menegaskan kembali pentingnya adorasi Ekaristi dengan mengatakan: “Gereja dan dunia sungguh memerlukan kebaktian kepada Ekaristi Mahakudus. Yesus menantikan kita dalam Sakramen Kasih-Nya ini. Marilah kita tidak hitung-hitung dengan waktu kita untuk menjumpai Tuhan dalam adorasi dan kontemplasi yang penuh iman dan siap memberi silih bagi dosa besar dan kejahatan dunia. Semoga adorasi kita tak akan pernah berhenti”. (Dominecae Cenae).

Pada Pesta Tubuh dan Darah Kristus, tanggal 10 Juni 2007 yang lalu, Keuskupan Agung Semarang meresmikan kapel di Gua Kerep Ambarawa sebagai tempat terbuka bagi umat Katolik untuk melaksanakan adorasi abadi ekaristi. Bapa Uskup Mgr. Ignatius Suharyo dalam kotbahnya mengatakan bahwa penyediaan sarana devosi ini diharapkan dapat membantu umat untuk memahami dan menghayati Ekaristi sebagai sumber dan pusat hidup Gereja, sehingga hidup umat pun menjadi makin ekaristis.
T. Adi Susila
Tidak ada komentar:
Posting Komentar